Untuk mempererat hubungan baik antara Provinsi Jawa Timur (Jatim) dan Jawa Barat (Jabar), dua provinsi tersebut sepakat berbagi nama jalan baru di masing-masing ibu kota provinsi.

Sebelumnya, tidak ada nama raja dan kerajaan Sunda di seluruh Jawa sebagai nama jalan. Begitu juga sebaliknya di Sunda atau Jabar. Ini karena kerajaan Pasundan dan Mataram serta Majapahit konon saling bermusuhan sejak Perang Bubat  pada 1279 Saka atau 1357 Masehi. Perang Bubat terjadi saat pemerintahan Raja Majapahit Hayam Wuruk. Di mana terjadi perselisihan antara Patih Gajahmada dari Majapahit dengan Prabu Maharaja Linggabuana dari Kerajaan Sunda di Pesanggrahan Bubat yang mengakibatkan tewasnya seluruh rombongan Sunda, 661 tahun yang lalu.Bahkan hingga nama jalan oleh pemerintah di masing-masing daerah saat ini tidak mau memakai nama kerajaan atau rajanya. Tapi pada, Selasa, 6 Maret 2018, melalui Harmoni Budaya Sunda Jawa  2018 di Hotel Bumi Surabaya, sejarah baru hadir dan semua kebencian itu berakhir. Jatim dan Jabar sepakat membuat nama jalan kerajaan dan raja di masing-masing wilayahnya.

"Ini berkat inisiator Gubernur DIY Pemangku adat Jawa, Pak Sultan HB X," ucap Gubernur Jatim Soekarwo (Pakde Karwo) usai Launching Jl Prabu Siliwangi dan Jl Pasundan di Surabaya, Jatim.

Launching itu ditandai dengan kesepakatan Pakde Karwo dan Gubernur Jabar Kang Aher (Ahmad Heryawan) disaksikan Gubernur DIY Sultan HB X, dan Pangdam V Brawijaya  Arif Rahman. Sebelumnya Harmoni budaya Sunda dan Jawa itu lebih dulu dilakukan di Yogyakarta dengan memberi nama jalan Jl Pajajaran dan Jl Siliwangi. "Saya bangga menyaksikan nama jalan yang sama di Surabaya," kata Sultan. Dua nama Jl di Surabaya yang diambil dari kerajan dan raja adalah Jl Prabu Siliwangi (menggantikan Jl Gunungsari) dan Jl Pasundan (menggantikan Jl Dinoyo). Penggantian nama jalan tersebut menjadikan Jalan Prabu Siliwangi berdampingan dengan Jalan Gajah Mada, sementara Jalan Sunda berdampingan dengan Jalan Majapahit.

Tragedi Pasunda Bubat, lanjut Pakde Karwo, adalah perang antara kerajaan Majapahit dan Kerajaan Sunda yang terjadi pada abad ke-14 tepatnya pada tahun 1357 yang diakibatkan kesalahpahaman antara Gajah Mada sebagai patih Kerajaan Majapahit dan Anepaken sebagai patih Kerajaan Sunda dalam mengartikan sebuah pertemuan persuntingan putri kerajaan Sunda, Diah Pitaloka oleh Raja Mojopahit, Hayam Wuruk. Kesalahpengertian ini mengakibatkan peperangan, yang mengakibatkan raja sunda, isterinya, serta putri Diah Pitaloka dan pasukannya meninggal.

"Jauhnya jarak antara peristiwa perang Bubat dengan munculnya beberapa naskah kuno hingga 200 tahun berikutnya, seperti kidung sundayana ditengarai sebagai upaya divide et impera oleh penjajah," ujar Pakde Karwo.

Oleh karena itu, lanjutnya, penting bagi generasi masa kini untuk mendudukkan tragedi Perang Bubat sebagai peristiwa kebudayaan, dan untuk melenyapkan masalah ini diperlukan terobosan-terobosan kebudayaan antara masyarakat Sunda dan Jawa, salah satunya lewat rekonsiliasi harmoni budaya sunda-Jawa ini. Ditambahkan Pakde Karwo, rekonsiliasi ini akan merekatkan bangsa Indonesia melalui simpul-simpul yang memberikan orientasi nilai perjuangan dan persatuan, dengan bingkai dan landasan keragaman budaya, sebagai sumber kekuatan bangsa Indonesia.

Gubernur Jabar Kang Aher tidak mempermasalahkan nama Jl Prabu Siliwangi dan Jl Pasundan bukan di jalan protokol. "Nama Jalan Majapahit akan menggantikan Jalan Gasibu di tengah kota, kemudian Jalan Kopo diganti Jalan Hayam Wuruk. Estimasinya, penggantian kedua jalan ini dilakukan pada bulan April atau awal Mei 2018 mendatang” kata kang Aher. Ditambahkan, rekonsiliasi ini turut menjadi sejarah dan terobosan yang tepat untuk menyatukan Indonesia. Pasalnya, jumlah etnis Jawa mencapai 42% dari seluruh etnis di Indonesia, sedangkan etnis Sunda mencapai 14%. Jika digabungkan, jumlahnya mencapai 56% atau separuh lebih dari seluruh etnis di Indonesia. “Artinya jika masalah Jawa dan Sunda selesai, maka perkara-perkara besar di Indonesia juga selesai” ujarnya.

Dalam orasinya, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X yang disebut Pakde Karwo sebagai Pengageng Budaya Jawa mengungkapkan bahwa pemberian nama-nama jalan ini diharapkan memutus sejarah kelam 661 tahun lalu atas tragedi Bubat yang meretakkan hubungan antara etnik Sunda dengan Jawa.

"DIY telah meletakkan nama Jalan Siliwangi, Pajajaran dan Majapahit menjadi satu kesatuan jalan dalam satu jalur, dari ruas simpang Pelemgurih ke Jombor, diteruskan sampai di simpang tiga Maguwoharjo, dan dilanjutkan lagi hingga simpang Jalan Wonosari” katanya. Ditambahkan, penamaan jalan hari ini juga menjadi tonggak awal sejarah baru rekonsiliasi etnik Sunda-Jawa.

Peresmian nama Jalan Gunungsari menjadi Jalan Prabu Siliwangi dan Jalan Dinoyo menjadi Jalan Sunda dilakukan oleh Pakde Karwo pada Minggu, 3 Maret 2019, setelah melalui pembahasan selama 9 bulan di Pansus.

Sumber: http://kominfo.jatimprov.go.id/ ; https://surabaya.tribunnews.com ; https://news.detik.com